Sistem pembahasan masalah filsafat dan filsafat
pendidikan
A. Definisi
1.
Apa itu sistem?
Kata sistem sering digunakan dalam kehidupan
sehari-hari, baik ketika kita berbincang-bincang kecil tentang suatu organisasi
atau ketika berdiskusi tentang suatu kepemerintahan di sebuah negara. Lalu apa
sebenarnya arti ‘sistem’ itu sendiri? Menurut Prof. Dr. Rusadi Kantaprawira,
sistem dapat diartikan sebagai suatu kesatuan yang terbentuk dari beberapa
unsur, atau komponen, atau bagian yang satu sama lain berada dalam keterikatan
yang kait-mengait dan fungsional. Masing-masing kohesif satu sama lain,
sehingga ketotalitasan unit terjaga utuh eksistensinya. Sistem dapat diartikan
pula sebagai sesuatu yang lebih tinggi daripada hanya merupakan cara, tata,
rencana, skema, prosedur atau metode. Sistem adalah suatu cara yang
mekanismenya berpola dan konsisten, bahkan mekanismenya sering bersifat
otomatis (Kantaprawira).[1]
Jadi, secara sederhana sistem adalah satu atau
beberapa elemen yang saling membutuhkan dan saling bekerja sama untuk mencapai
suatu tujuan tertentu. Jika salah satu elemen tersebut rusak, maka akan
mempengaruhi keseluruhan elemen maka sistem pun akan terganggu fungsinya. Jadi
dengan kata lain, jika salah satu elemen bermasalah maka akan mengganggu
efektivitas sebuah sistem karena satu elemen dan yang lainnya saling berkaitan.
2. Apa itu masalah?
Setiap orang pasti pernah mempunyai masalah, baik
orang kaya maupun orang miskin, baik masalah besar maupun masalah kecil. Masalah
menjadikan kita lebih dewasa dalam menjalani hidup. Karena, dengan masalah kita
akan menemukan berbagai macam solusi dan kita dapat memilih mana yang paling
bijak diantara solusi-solusi tersebut.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, masalah
adalah sesuatu yang harus diselesaikan (dipecahkan).[2] Masalah adalah tempat terbaik untuk berlatih agar
hati kita tetap terbuka karena masalah adalah bagian dari kehidupan kita
(RICHARD CARLSON).[3]
Begitupula didalam ilmu filsafat terdapat beberapa masalah yang umum terjadi.
Tiga masalah umum yang biasa terjadi itu adalah ontologi, epistemologi dan
aksiologi.
Masalah ontologi-metafisika, epistemologi dan
aksiologi
A. Definisi ontologi-metafisika, epistemologi dan aksiologi dari beberapa
sumber.
1. Ontologi, epistemologi dan aksiologi
a. Ontologi : teori tentang “ada”, yaitu tentang apa yang difikirkan yang
menjadi objek filsafat.
b. Epistemologi: teori pengetahuan, yaitu membahas tentang bagaimana cara mendapatkan
pengetahuan dari objek yang ingin diketahui atau difikirkan.
c. Aksiologi: teori tentang nilai, yang membahas tentang nilai, manfaat atau
fungsi sesuatu yang diketahui tersebut dalam hubungannya dengan keseluruhan apa
yang telah diketahui tersebut. [4]
2. Ontologi, epistemologi dan aksiologi
a.
Ontologi : cabang ilmu filsafat metafisika
yang berkaitan dengan hakikat mutlak dari kenyataan terakhir (substansi
pertama) atau sumber hidup segala makhluk.
b.
Epistemologi: teori pengetahuan ; suatu cabang
ilmu filsafat yang memepelajari sumber, hakikat dan validitas daripada
pengetahuan.
c.
Aksiologi: studi tentang teori umum, tentang
nilai atau suatu studi tentang segala sesuatu yang bernilai. Aksiologi berasal
dari kata yunani yang berarti nilai.[5]
3. Ontologi, epistemologi dan aksiologi
a. Ontologi: adalah teori hakikat membicarakan pengetahuan.
b. Epistemologi: teori pengetahuan yang membicarakan tentang cara memperoleh
pengetahuan.
c. Aksiologi: teori nilai yang membicarakan tentang guna pengetahuan itu.[6]
4. Ontologi, epistemologi dan aksiologi
a. Ontologi: bagian dari filsafat yang menyelidiki tentang hakikat yang ada.
b. Epistemologi: studi tentang pengetahuan atau kita mengetahui (adanya)
benda-benda. Epistemologi dapat juga berarti bidang filsafat yang menyelidiki
sumber, syarat, proses terjadinya ilmu pengetahuan dan hakikat ilmu
pengetahuan.
c. Aksiologi: bidang filsafat yang menyelidiki nilai-nilai (value).[7]
Jadi secara sederhana, ontologi merupakan
teori hakekat dimana realita adalah hal yang menjadi inti pembahasan,
epistemologi yang membahas mengenai cara memperoleh pengetahuan (asal muasal
dari pengetahuan tersebut) dan aksiologi adalah teori nilai yang membahas
mengenai guna dari pengetahuan tersebut.
Hubungan filsafat dengan Ontologi
Adapun hubungan filsafat dengan ontologi
sangat berkaitan, ontologi merupakan bagian dari ilmu filsafat. Seperti
dijelaskan dalam buku Filsafat Umum oleh Ahmad Tafsir, bahwa:
Setelah membenahi cara memperoleh pengetahuan,
filosof mulai menghadapi objek-objeknya untuk memperoleh pengetahuan. Objek itu
dipikirkan secara seksama dan mendalam sampai pada hakikatnya. Hal inilah yang
menyebabkan pembahasan ontologi ini juga disebut sebagai teori hakikat. Bidang
pembahasan teori hakikat luas sekali, segala yang ada dan yang mungkin ada ,
yang boleh juga mencakup pengetahuan dan nilai (yang dicarinya ialah hakikat
pengetahuan dan hakikat nilai). Hakikat ialah realitas; realitas adalah
ke-real-an “real” adalah kenyataan yang sebenarnya; jadi hakitat adalah
kenyataan yang sebenarnya, keadaan yang sebenarnya, bukan keadaan sementara
atau keadaan yang menipu, bukan keadaan yang berubah.[8]
Berikut adalah analogi yang dapat kita buat
yang kami ambil dari buku Ahmad Tafsir dalam Filsafat Umum, Dia menganalogikan
bahwa:
Pada hakikatnya pemerintahan demokratis
menghargai pendapat rakyat. Mungkin orang pernah menyaksikan pemerintah itu
melakukan tindakan yang sewenang-wenang, tidak menghargai pendapat rakyat. Itu
hanyalah keadaan sementara dan bukan hakiki. Yang hakiki pemerintah itu
demokratis. Kita melihat suatu objek, fatamorgana. Apakah real atau tidak?
Tidak. Fatamorgana itu bukan hakikat, atau hakikat fatamorgana ialah tidak ada.
Itulah dua contoh.
Hubungan filsafat dengan Epistemologi
Pada
bagian sebelumnya telah dijelaskan bahwa epistemologi adalah cara bagaimana
seseorang memperoleh pengetahuan. Berbicara tentang cara memperoleh
pengetahuan, hal ini erat kaitannya dalam dunia pendidikan. Telah banyak
buku-buku yang menjelaskan bagaimana seseorang memperoleh ilmu pengetahuannya
dengan berbagai aliran pendidikan yang dianutnya. Namun, dalam kajian kita kali
ini, epistemologi tidak hanya proses bagaimana seseorang mendapatkan ilmu
pengetahuan, namun lebih luas lagi.
Dalam
buku Pengantar Epistemologi dan Logika karangan Dr. Soedjono, SH. Beliau
mendefinisikan epistemologi sebagai cabang studi ilmu filsafat yang membahas
ruang lingkup dan batas-batas ilmu pengetahuan.[9]
Dari pengertian tersebut, dapat kita mengerti bahwa epistemologi merupakan
jalan bagi seseorang untuk menjawab pertanyaan-pertanyan sederhana seperti
Berapa banyak ilmu pengetahuan yang diketahui manusia? Bagaimana sifat
pengetahuan itu sendiri?, Apakah batasan-batasan ilmu pengetahuan?, lalu
Pengetahuan apa sajakah yang memungkinkan manusia untuk tau?, dst.
Perlu
diketahui bahwa, epistemologi berasal dari bahasa yunani yang artinya studi
atau penelitian tentang pengetahuan. Bila kita ambil pengertian epistemologi
dari segi asal kata, maka secara garis besar dapat kita simpulkan bahwa epistemologi
adalah suatu jalan yang dilakukan seorang filosof untuk mempelajari dan
meneliti tentang ilmu pengetahuan.
Hubungan filsafat dengan Aksiologi
Dari
segi Aksiologi akan timbul pertanyaan: “Apakah ada hukum-hukum moral yang tidak
pernah berubah atau dapat diubah; Bagaimana hubungannya antara pendidikan dan
nilai moral; apabila kita masuki permasalahan ini, berarti kita memasuki area
filsafat yang lebih dalam kajiannya. Tidak hanya ilmu-ilmu sosial saja yang
dikaji dalam kajian ini. Melainkan juga ilmu pengetahuan kefilsafatan.
Cabang
filsafat yang membahas nilai baik dan nilai buruk, indah dan tidak indah, erat
kaitannya dengan pendidikan, karena dunia nilai akan selalu dipertimbangkan
atau akan menjadi dasar pertimbangan dalam menentukan tujuan pendidikan.
Langsung atau tidak langsung, nilai akan menentukan perbuatan pendidikan. Nilai
merupakan hubungan sosial. Pertanyaan-pertanyaan aksiologis yang harus dijawab
guru adalah: Nilai-nilai apa yang dikenalkan guru kepada siswa untuk diadopsi?
Nilai-nilai apa yang mengangkat manusia pada ekspresi kemanusiaan yang tertinggi?
Nilai-nilai apa yang benar-benar dipegang orang yang benar-benar terdidik?
Pada intinya aksiologi menyoroti fakta bahwa guru
memiliki suatu minat tidak hanya pada kuantitas pengetahuan yang diperoleh
siswa melainkan juga dalam kualitas kehidupan yang dimungkinkan karena
pengetahuan. Pengetahuan yang luas tidak dapat memberi keuntungan pada individu
jika ia tidak mampu menggunakan pengetahuan untuk kebaikan.[10]
Hubungan filsafat dengan filsafat pendidikan
Pada pembahasan sebelumnya dijelaskan mengenai
masalah filsafat yang mencakup tiga hal yaitu, ontologi, epistemologi dan
aksiologi. Dalam hal ini pula filsafat dan filsafat pendidikan saling terkait
satu sama lainnya. Diatas sudah dijelaskan bahwa ontologi merupakan teori
hakekat dimana realita adalah hal yang menjadi inti pembahasan, epistemologi
yang membahas mengenai cara memperoleh pengetahuan (asal muasal dari
pengetahuan tersebut) dan axiologi adalah teori nilai yang membahas mengenai
guna dari pengetahuan tersebut. Hal ini erat kaitannya dengan filsafat
pendidikan yang objeknya membahas tentang apa itu pendidikan, tujuan dari
pendidikan dan hal-hal lainnya yang terkait disekitar dunia pendidikan. Di
dalam dunia pendidikan, terdapat hubungan antara ontologi, epistemologi, dan
aksiologi dengan filsafat itu sendiri.
Filsafat merupakan upaya manusia mencari
kebenaran mengetahui suatu hal yang dilakukan dengan cara berpikir secara
mendalam. Lalu muncul pembahasan mengenai filsafat pendidikan, apakah itu
filsafat pendidikan? Filsafat pendidikan adalah aktivitas pemikiran teratur
yang menjadikan filsafat sebagai medianya untuk menyusun proses pendidikan,
menyelaraskan dan mengharmoniskan dan menerangkan nilai-nilai dan tujuan yang
ingin dicapai (Jalaluddin dan Idi, 1997 :22).
Dari pengertian filsafat pendidikan
diatas ini sudah dapat disimpulkan bahwa adanya keterkaitan antara filsafat
dengan filsafat pendidikan dimana hubungan tersebut sejalan bersamaan dan
saling menopang satu sama lainnya. Filsafat merupakan dasar, arah dan pedoman
suatu sistem pendidikan dimana filsafat pendidikan merupakan perwujudan dari
dasar, arah dan pedoman tersebut.
Tetapi sejalan dengan keterkaitan tersebut,
sudah dijelaskan pula sebelumnya mengenai masalah filsafat yang tercakup dalam
pembahasan sistematika filsafat itu sendiri yaitu ontologi, epistemologi dan
aksiologi. Sehingga kita pun dapat mengetahui bahwa ada juga keterkaitan yang
muncul dalam filsafat pendidikan seputar kajian ontologi, epistemologi dan
aksiologi.
Dalam ontologi cakupan yang sering difokuskan
adalah mengenai teori hakekat ataupun mengenai
realitas yang ada. Dalam pendidikan akan muncul aspek pendidik dan
peserta didik dimana mereka akan saling mengahadapi realitas-realitas yang
mereka alami dalam melaksanakan sistem pendidikan tersebut. Adapun epistemologi
lebih terkait mengenai pengetahuan, bagaimana pengetahuan itu muncul, lalu
dapat diaplikasi dalam pelaksanaan pembelajaran maupun sistem-sistem pendidikan
yang lainnya. Lalu aksiologi membahas mengenai teori nilai-nilai. Menurut
Brameld dalam buku Filsafat Pendidikan (Jalaluddin dan Idi, 1997 : 106),
aksiologi dibedakan menjadi 3 bagian yaitu:
1. Moral Conduct, tindakan moral; bidang ini melahirkan disiplin khusus yaitu
etika.
2. Esthetic Expression, ekspresi keindahan; yang melahirkan estetika.
3. Socio-political Life, kehidupan sosio-politik, bidang ini melahirkan ilmu
filsafat sosio-politik
Dalam dunia pendidikan aksiologi ini
diimplementasikan dalam menguji dan mengintegrasikan semua nilai-nilai tersebut
dalam kehidupan manusia dan membinannya dalam kepribadian anak yang diterapkan
dalam pendidikan.
KESIMPULAN
Sistem pembahasan masalah
filsafat dan filsafat pendidikan berfokus kepada tiga aspek kajian yaitu,
ontologi, epistemologi dan aksiologi. Dimana tiga aspek kajian ini saling
terkait satu sama lainnya dalam bidang filsafat secara umum ataupun filsafat
pendidikan. Dalam bidang filsafat umum, ontologi menjelaskan tentang teori
hakekat secara umum dimana hakekat yang dibicarakan adalah mengenai realitas
yaitu kenyataan yang sebenarnya. Sementara epistemologi menjelaskan tentang
teori pengetahuan yang berfokuskan bagaimana pengetahuan itu didapatkan, lalu
aksiologi menjelaskan tentang teori nilai dan bagaimana nilai-nilai itu dapat
diaplikasikan dalam kehidupan. Dalam filsafat pendidikan tiga aspek kajian ini
pun memiliki keterkaitan. Dalam pendidikan akan muncul
aspek pendidik dan peserta didik dimana mereka akan saling mengahadapi
realitas-realitas yang mereka alami dalam melaksanakan sistem pendidikan
tersebut, hal inilah yang terkait dengan Ontologi. Adapun epistemologi lebih
terkait mengenai pengetahuan, bagaimana pengetahuan itu muncul, lalu dapat
diaplikasi dalam pelaksanaan pembelajaran maupun sistem-sistem pendidikan yang
lainnya. Lalu aksiologi membahas mengenai teori nilai-nilai yang
diimplementasikan dalam menguji dan mengintegrasikan semua nilai-nilai (etika,
estetika, social-politik) dalam kehidupan manusia dan membinannya dalam
kepribadian anak yang diterapkan dalam pendidikan.
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Daradjat, Zakiah
Prof dkk, 1984, Filsafat Pendidikan,
Jakarta: Departemen Agama
2.
Dirdjosisworo, Soedjono DR, 1985, Pengantar Epistemologi
dan Logika, Bandung: Remadja Karya
3. Jalaludin
& Idi, 1997, Filsafat Pendidikan,
Jakarta: Gaya media Pratama
4. Syaifullah,
Ali, 1403 M, Antara Filsafat dan
Pendidikan, Surabaya: Usaha Nasional
5.
Tafsir, Ahmad,
2000, Filsafat Umum, Bandung: PT Remaja Rosdakarya
9.
http://deramstudy.wordpress.com/2011/10/09/apa-itu-sistem/
0 komentar:
Posting Komentar