Pages

Rabu, 04 September 2013

Sistem pembahasan masalah filsafat dan filsafat pendidikan (Masalah ontologi-metafisika, epistemologi dan aksiologi)

Sistem pembahasan masalah filsafat dan filsafat pendidikan
A. Definisi
1.     Apa itu sistem?
Kata sistem sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari, baik ketika kita berbincang-bincang kecil tentang suatu organisasi atau ketika berdiskusi tentang suatu kepemerintahan di sebuah negara. Lalu apa sebenarnya arti ‘sistem’ itu sendiri? Menurut Prof. Dr. Rusadi Kantaprawira, sistem dapat diartikan sebagai suatu kesatuan yang terbentuk dari beberapa unsur, atau komponen, atau bagian yang satu sama lain berada dalam keterikatan yang kait-mengait dan fungsional. Masing-masing kohesif satu sama lain, sehingga ketotalitasan unit terjaga utuh eksistensinya. Sistem dapat diartikan pula sebagai sesuatu yang lebih tinggi daripada hanya merupakan cara, tata, rencana, skema, prosedur atau metode. Sistem adalah suatu cara yang mekanismenya berpola dan konsisten, bahkan mekanismenya sering bersifat otomatis (Kantaprawira).[1]
Jadi, secara sederhana sistem adalah satu atau beberapa elemen yang saling membutuhkan dan saling bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Jika salah satu elemen tersebut rusak, maka akan mempengaruhi keseluruhan elemen maka sistem pun akan terganggu fungsinya. Jadi dengan kata lain, jika salah satu elemen bermasalah maka akan mengganggu efektivitas sebuah sistem karena satu elemen dan yang lainnya saling berkaitan.

2.     Apa itu masalah?
Setiap orang pasti pernah mempunyai masalah, baik orang kaya maupun orang miskin, baik masalah besar maupun masalah kecil. Masalah menjadikan kita lebih dewasa dalam menjalani hidup. Karena, dengan masalah kita akan menemukan berbagai macam solusi dan kita dapat memilih mana yang paling bijak diantara solusi-solusi tersebut.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, masalah adalah sesuatu yang harus diselesaikan (dipecahkan).[2] Masalah adalah tempat terbaik untuk berlatih agar hati kita tetap terbuka karena masalah adalah bagian dari kehidupan kita (RICHARD CARLSON).[3] Begitupula didalam ilmu filsafat terdapat beberapa masalah yang umum terjadi. Tiga masalah umum yang biasa terjadi itu adalah ontologi, epistemologi dan aksiologi.


Masalah ontologi-metafisika, epistemologi dan aksiologi
A.    Definisi ontologi-metafisika, epistemologi dan aksiologi dari beberapa sumber.

1.      Ontologi, epistemologi dan aksiologi
a.       Ontologi : teori tentang “ada”, yaitu tentang apa yang difikirkan yang menjadi objek filsafat.
b.      Epistemologi: teori pengetahuan, yaitu membahas tentang bagaimana cara mendapatkan pengetahuan dari objek yang ingin diketahui atau difikirkan.
c.       Aksiologi: teori tentang nilai, yang membahas tentang nilai, manfaat atau fungsi sesuatu yang diketahui tersebut dalam hubungannya dengan keseluruhan apa yang telah diketahui tersebut. [4]

2.      Ontologi, epistemologi dan aksiologi
a.      Ontologi : cabang ilmu filsafat metafisika yang berkaitan dengan hakikat mutlak dari kenyataan terakhir (substansi pertama) atau sumber hidup segala makhluk.
b.      Epistemologi: teori pengetahuan ; suatu cabang ilmu filsafat yang memepelajari sumber, hakikat dan validitas daripada pengetahuan.
c.       Aksiologi: studi tentang teori umum, tentang nilai atau suatu studi tentang segala sesuatu yang bernilai. Aksiologi berasal dari kata yunani yang berarti nilai.[5]

3.      Ontologi, epistemologi dan aksiologi
a.       Ontologi: adalah teori hakikat membicarakan pengetahuan.
b.      Epistemologi: teori pengetahuan yang membicarakan tentang cara memperoleh pengetahuan.
c.       Aksiologi: teori nilai yang membicarakan tentang guna pengetahuan itu.[6]

4.      Ontologi, epistemologi dan aksiologi
a.       Ontologi: bagian dari filsafat yang menyelidiki tentang hakikat yang ada.
b.      Epistemologi: studi tentang pengetahuan atau kita mengetahui (adanya) benda-benda. Epistemologi dapat juga berarti bidang filsafat yang menyelidiki sumber, syarat, proses terjadinya ilmu pengetahuan dan hakikat ilmu pengetahuan.
c.       Aksiologi: bidang filsafat yang menyelidiki nilai-nilai (value).[7]
Jadi secara sederhana, ontologi merupakan teori hakekat dimana realita adalah hal yang menjadi inti pembahasan, epistemologi yang membahas mengenai cara memperoleh pengetahuan (asal muasal dari pengetahuan tersebut) dan aksiologi adalah teori nilai yang membahas mengenai guna dari pengetahuan tersebut.

 Hubungan filsafat dengan Ontologi
Adapun hubungan filsafat dengan ontologi sangat berkaitan, ontologi merupakan bagian dari ilmu filsafat. Seperti dijelaskan dalam buku Filsafat Umum oleh Ahmad Tafsir, bahwa:
Setelah membenahi cara memperoleh pengetahuan, filosof mulai menghadapi objek-objeknya untuk memperoleh pengetahuan. Objek itu dipikirkan secara seksama dan mendalam sampai pada hakikatnya. Hal inilah yang menyebabkan pembahasan ontologi ini juga disebut sebagai teori hakikat. Bidang pembahasan teori hakikat luas sekali, segala yang ada dan yang mungkin ada , yang boleh juga mencakup pengetahuan dan nilai (yang dicarinya ialah hakikat pengetahuan dan hakikat nilai). Hakikat ialah realitas; realitas adalah ke-real-an “real” adalah kenyataan yang sebenarnya; jadi hakitat adalah kenyataan yang sebenarnya, keadaan yang sebenarnya, bukan keadaan sementara atau keadaan yang menipu, bukan keadaan yang berubah.[8]
Berikut adalah analogi yang dapat kita buat yang kami ambil dari buku Ahmad Tafsir dalam Filsafat Umum, Dia menganalogikan bahwa:
Pada hakikatnya pemerintahan demokratis menghargai pendapat rakyat. Mungkin orang pernah menyaksikan pemerintah itu melakukan tindakan yang sewenang-wenang, tidak menghargai pendapat rakyat. Itu hanyalah keadaan sementara dan bukan hakiki. Yang hakiki pemerintah itu demokratis. Kita melihat suatu objek, fatamorgana. Apakah real atau tidak? Tidak. Fatamorgana itu bukan hakikat, atau hakikat fatamorgana ialah tidak ada. Itulah dua contoh.

Hubungan filsafat dengan Epistemologi
            Pada bagian sebelumnya telah dijelaskan bahwa epistemologi adalah cara bagaimana seseorang memperoleh pengetahuan. Berbicara tentang cara memperoleh pengetahuan, hal ini erat kaitannya dalam dunia pendidikan. Telah banyak buku-buku yang menjelaskan bagaimana seseorang memperoleh ilmu pengetahuannya dengan berbagai aliran pendidikan yang dianutnya. Namun, dalam kajian kita kali ini, epistemologi tidak hanya proses bagaimana seseorang mendapatkan ilmu pengetahuan, namun lebih luas lagi.
            Dalam buku Pengantar Epistemologi dan Logika karangan Dr. Soedjono, SH. Beliau mendefinisikan epistemologi sebagai cabang studi ilmu filsafat yang membahas ruang lingkup dan batas-batas ilmu pengetahuan.[9] Dari pengertian tersebut, dapat kita mengerti bahwa epistemologi merupakan jalan bagi seseorang untuk menjawab pertanyaan-pertanyan sederhana seperti Berapa banyak ilmu pengetahuan yang diketahui manusia? Bagaimana sifat pengetahuan itu sendiri?, Apakah batasan-batasan ilmu pengetahuan?, lalu Pengetahuan apa sajakah yang memungkinkan manusia untuk tau?, dst.
            Perlu diketahui bahwa, epistemologi berasal dari bahasa yunani yang artinya studi atau penelitian tentang pengetahuan. Bila kita ambil pengertian epistemologi dari segi asal kata, maka secara garis besar dapat kita simpulkan bahwa epistemologi adalah suatu jalan yang dilakukan seorang filosof untuk mempelajari dan meneliti tentang ilmu pengetahuan.

Hubungan filsafat dengan Aksiologi
            Dari segi Aksiologi akan timbul pertanyaan: “Apakah ada hukum-hukum moral yang tidak pernah berubah atau dapat diubah; Bagaimana hubungannya antara pendidikan dan nilai moral; apabila kita masuki permasalahan ini, berarti kita memasuki area filsafat yang lebih dalam kajiannya. Tidak hanya ilmu-ilmu sosial saja yang dikaji dalam kajian ini. Melainkan juga ilmu pengetahuan kefilsafatan.
            Cabang filsafat yang membahas nilai baik dan nilai buruk, indah dan tidak indah, erat kaitannya dengan pendidikan, karena dunia nilai akan selalu dipertimbangkan atau akan menjadi dasar pertimbangan dalam menentukan tujuan pendidikan. Langsung atau tidak langsung, nilai akan menentukan perbuatan pendidikan. Nilai merupakan hubungan sosial. Pertanyaan-pertanyaan aksiologis yang harus dijawab guru adalah: Nilai-nilai apa yang dikenalkan guru kepada siswa untuk diadopsi? Nilai-nilai apa yang mengangkat manusia pada ekspresi kemanusiaan yang tertinggi? Nilai-nilai apa yang benar-benar dipegang orang yang benar-benar terdidik?
Pada intinya aksiologi menyoroti fakta bahwa guru memiliki suatu minat tidak hanya pada kuantitas pengetahuan yang diperoleh siswa melainkan juga dalam kualitas kehidupan yang dimungkinkan karena pengetahuan. Pengetahuan yang luas tidak dapat memberi keuntungan pada individu jika ia tidak mampu menggunakan pengetahuan untuk kebaikan.[10]
           
Hubungan filsafat dengan filsafat pendidikan
Pada pembahasan sebelumnya dijelaskan mengenai masalah filsafat yang mencakup tiga hal yaitu, ontologi, epistemologi dan aksiologi. Dalam hal ini pula filsafat dan filsafat pendidikan saling terkait satu sama lainnya. Diatas sudah dijelaskan bahwa ontologi merupakan teori hakekat dimana realita adalah hal yang menjadi inti pembahasan, epistemologi yang membahas mengenai cara memperoleh pengetahuan (asal muasal dari pengetahuan tersebut) dan axiologi adalah teori nilai yang membahas mengenai guna dari pengetahuan tersebut. Hal ini erat kaitannya dengan filsafat pendidikan yang objeknya membahas tentang apa itu pendidikan, tujuan dari pendidikan dan hal-hal lainnya yang terkait disekitar dunia pendidikan. Di dalam dunia pendidikan, terdapat hubungan antara ontologi, epistemologi, dan aksiologi dengan filsafat itu sendiri.
Filsafat merupakan upaya manusia mencari kebenaran mengetahui suatu hal yang dilakukan dengan cara berpikir secara mendalam. Lalu muncul pembahasan mengenai filsafat pendidikan, apakah itu filsafat pendidikan? Filsafat pendidikan adalah aktivitas pemikiran teratur yang menjadikan filsafat sebagai medianya untuk menyusun proses pendidikan, menyelaraskan dan mengharmoniskan dan menerangkan nilai-nilai dan tujuan yang ingin dicapai (Jalaluddin dan Idi, 1997 :22).
            Dari pengertian filsafat pendidikan diatas ini sudah dapat disimpulkan bahwa adanya keterkaitan antara filsafat dengan filsafat pendidikan dimana hubungan tersebut sejalan bersamaan dan saling menopang satu sama lainnya. Filsafat merupakan dasar, arah dan pedoman suatu sistem pendidikan dimana filsafat pendidikan merupakan perwujudan dari dasar, arah dan pedoman tersebut.
Tetapi sejalan dengan keterkaitan tersebut, sudah dijelaskan pula sebelumnya mengenai masalah filsafat yang tercakup dalam pembahasan sistematika filsafat itu sendiri yaitu ontologi, epistemologi dan aksiologi. Sehingga kita pun dapat mengetahui bahwa ada juga keterkaitan yang muncul dalam filsafat pendidikan seputar kajian ontologi, epistemologi dan aksiologi.
Dalam ontologi cakupan yang sering difokuskan adalah mengenai teori hakekat ataupun mengenai  realitas yang ada. Dalam pendidikan akan muncul aspek pendidik dan peserta didik dimana mereka akan saling mengahadapi realitas-realitas yang mereka alami dalam melaksanakan sistem pendidikan tersebut. Adapun epistemologi lebih terkait mengenai pengetahuan, bagaimana pengetahuan itu muncul, lalu dapat diaplikasi dalam pelaksanaan pembelajaran maupun sistem-sistem pendidikan yang lainnya. Lalu aksiologi membahas mengenai teori nilai-nilai. Menurut Brameld dalam buku Filsafat Pendidikan (Jalaluddin dan Idi, 1997 : 106), aksiologi dibedakan menjadi 3 bagian yaitu:
1.      Moral Conduct, tindakan moral; bidang ini melahirkan disiplin khusus yaitu etika.
2.      Esthetic Expression, ekspresi keindahan; yang melahirkan estetika.
3.      Socio-political Life, kehidupan sosio-politik, bidang ini melahirkan ilmu filsafat sosio-politik
Dalam dunia pendidikan aksiologi ini diimplementasikan dalam menguji dan mengintegrasikan semua nilai-nilai tersebut dalam kehidupan manusia dan membinannya dalam kepribadian anak yang diterapkan dalam pendidikan.
KESIMPULAN
Sistem pembahasan masalah filsafat dan filsafat pendidikan berfokus kepada tiga aspek kajian yaitu, ontologi, epistemologi dan aksiologi. Dimana tiga aspek kajian ini saling terkait satu sama lainnya dalam bidang filsafat secara umum ataupun filsafat pendidikan. Dalam bidang filsafat umum, ontologi menjelaskan tentang teori hakekat secara umum dimana hakekat yang dibicarakan adalah mengenai realitas yaitu kenyataan yang sebenarnya. Sementara epistemologi menjelaskan tentang teori pengetahuan yang berfokuskan bagaimana pengetahuan itu didapatkan, lalu aksiologi menjelaskan tentang teori nilai dan bagaimana nilai-nilai itu dapat diaplikasikan dalam kehidupan. Dalam filsafat pendidikan tiga aspek kajian ini pun memiliki keterkaitan. Dalam pendidikan akan muncul aspek pendidik dan peserta didik dimana mereka akan saling mengahadapi realitas-realitas yang mereka alami dalam melaksanakan sistem pendidikan tersebut, hal inilah yang terkait dengan Ontologi. Adapun epistemologi lebih terkait mengenai pengetahuan, bagaimana pengetahuan itu muncul, lalu dapat diaplikasi dalam pelaksanaan pembelajaran maupun sistem-sistem pendidikan yang lainnya. Lalu aksiologi membahas mengenai teori nilai-nilai yang diimplementasikan dalam menguji dan mengintegrasikan semua nilai-nilai (etika, estetika, social-politik) dalam kehidupan manusia dan membinannya dalam kepribadian anak yang diterapkan dalam pendidikan.








DAFTAR PUSTAKA

1.      Daradjat, Zakiah Prof dkk, 1984, Filsafat Pendidikan, Jakarta: Departemen Agama
2.      Dirdjosisworo, Soedjono DR, 1985, Pengantar Epistemologi dan Logika, Bandung: Remadja Karya
3.      Jalaludin & Idi, 1997, Filsafat Pendidikan, Jakarta: Gaya media Pratama
4.      Syaifullah, Ali, 1403 M, Antara Filsafat dan Pendidikan, Surabaya: Usaha Nasional
5.      Tafsir, Ahmad, 2000, Filsafat Umum, Bandung: PT Remaja Rosdakarya
9.      http://deramstudy.wordpress.com/2011/10/09/apa-itu-sistem/





[1] http://deramstudy.wordpress.com/2011/10/09/apa-itu-sistem/
[4] Zakiah Daradjat dkk, Filsafat Pendidikan (Jakarta: Departemen Agama, 1984), h. 107
[5] Ali Saifullah, Antara Filsafat dan Pendidikan, h. 177
[6] Ahmad Tafsir, Filsafat Umum (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000). h. 23
[7] Jalaludin dan Idi Filsafat Pendidikan (Jakarta: Gaya media Pratama, 1997)
[8] Ahmad Tafsir, Filsafat Umum (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000). h. 23
[9] Soedjono dirdjosisworo, Pengantar Epistemologi dan Logika (Bandung:remadja karya,1985), h.1

0 komentar:

Posting Komentar